Minggu, 24 Mei 2015

Naskah Drama Ande-Ande Lumut



“ANDE-ANDE LUMUT”



Pada zaman dahulu, ada sebuah kerajaan yang sangat megah nan damai. Rakyatnya hidup dengan aman dan sejahtera berkat dipimpin oleh raja yang agung dan bijaksana. Di dalam kerajaan itulah hidup seorang putra mahkota yang akan meneruskan tahta raja dimasa yang akan datang. Namun ternyata ada yang selalu membuat hati putra mahkota resah dan gelisah, yakni tidak hadirnya pendamping hidup. Diam-diam sang pangeran memiliki niat mengembara untuk mencari Dewi Sekartaji yang telah lama menghilang.

            Pada suatu hari sang pangeran menjumpai sang prabu untuk melaksanakan hajatnya. Dibawanya serta perbekalan yang akan dibawa, turut serta pengawal pribadi beliau yang gagah perkasa menuju ruangan pribadi raja.

Tok..tok…tok (suara pintu).

Permaisuri       : “Siapa?”
Pangeran         : “Hamba bunda.”
Permaisuri       : “Oh, masuk ngger.”

(Pengeran memasuki ruagan pribadi raja dan memberi sembah kepada permaisuri dan raja, kemudian duduk di atas lantai sambil menunduk hormat).

Permaisuri       : “Ada apa ngger?”
Pangeran         : “Ampun bunda, maksud kedatangan hamba ingin menyampaikan       beberapa hal yang selalu mengganjal hati hamba.”
Permaisuri       : “Apa gerangan yang membuatmu resah ngger?”
Pangeran         : “Hamba ingin berjalan-jalan keluar istana bunda.
Raja                   : “Apa angger tidak salah?”

(Sang prabu bangkit dari singgasana, sedangkan pangeran menundukkan kepalanya dengan hormat).
Pangeran          :  “Ampun ayahanda. Hamba sudah memikirkan hal tersebut setelah sekian lama.”
Raja                 : “Baiklah, ngger. Jika memang itu sudah menjadi keputusanmu.”
Permaisuri       : “Angger, sebenarnya bunda khawatir dengan keselamatan angger, tapi bunda tidak bisa memaksamu. Pesan bunda jangan lama-lama. Jika memang sudah selesai urusanmu diluar sana cepatlah kembali lagi ngger.”
Pangeran         : “Baik bunda, hamba mohon pamit Ayahanda.”
Raja                   : “Pergilah anakku…”

(Pangeran keluar dari ruang pribadi raja setelah menyembah 3 kali. Raja dan permaisuri melihat kearah anaknya dengan haru).

Pagi itu pangeran meninggalkan kerajaan dengan dikawal oleh beberapa prajurit hingga di perbatasan kota. Kemudian pangeran melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki bersama pendamping setianya hingga jauh meninggalkan istana.

Di dalam hutan…

(Dua pemuda berjalan sedikit berhati-hati melewati semak belukar sambil melihat kiri dan kanan, jika-jika ada binatang buas yang membahayakan mereka).

Pangeran         : “Kita istirahat dulu di bawah pohon itu Ring.”
Giring              : “Baiklah pangeran.”

(Pangeran dan pengawal jalan menuju ke sebuah pohon besar kemudian duduk bersama).

Pangeran         : “Kamu tahu ini daerah mana?”
Giring              : “Ampun pangeran, hamba tidak tahu.”
Pangeran         : “Saya rasa kita telah jauh meninggalkan istana. Ring, coba lihat siapa itu..?! (terkejut)
Giring              : “Mana pangeran? Siapa?” (kaget)

(Pangeran berdiri lalu diikuti pengawalnya kemudian berjalan menuju seseorang yang dilihatnya).
Pangeran          : “Maaf, saya bisa bertanya?”
Mbok Rondo   : “Eeeh. Oalah,  kamu ngagetin saja to le.” (kaget)
Pangeran         : “Maaf mbok, saya mau bertanya. Ini daerah mana ya mbok?”
Mbok Rondo    : “Loh, le itu darimana? ini namanya Desa Manguntur.” (sambil terus memetik sayuran)
Pangeran         : “Saya pengembara mbok. Saya tersesat.”
Mbok Rondo    : “Oh, yoweslah kalo begitu. Kamu ikut saja dengan saya untuk sementara waktu.”
Pangeran         : “Apa tidak merepotkan, mbok?”
Mbok Rondo   : “Weleh-weleh. Ayo, ayo ikut mbok.”
Pangeran         : “Giring, sini!” (melambai)
Giring              : (Berlari kecil menemui pangeran),” Ada apa tuan?”
Pangeran         : “Jangan panggil saya tuan jika berada bersama si mbok.” (berbisik)
Giring              : “Ampun pangeran. Lalu saya panggil apa?” (pelan)
Pangeran         : “Yaa…... terserah kamu saja.”
Giring              : “Baik tuan.”

Sejak pertemuan dengan Mbok Rondo di hutan itulah pangeran kemudian tinggal di rumah Mbok Rondo hingga beberapa waktu. Setelah memastikan bahwa pangeran dalam keadaan aman maka kembalilah pengawal ke istana untuk memberikan kabar kepada sang prabu atas keadaan pangeran diluar istana. Sedangkan Mbok Rondo yang sudah terbiasa dengan kehadiran pangeran dalam hidupnya ia pun mengangkatnya sebagai anak angkatnya dan menamainya dengan nama Ande-Ande Lumut. Begitulah keadaan pangeran dalam masa-masa pencariannya dengan tinggal bersama Mbok Rondo sebagai rakyat biasa. Pada suatu hari Ande-Ande Lumut bercerita kepada Mbok Rondo bahwa dia ingin mencari pendamping hidup yang berbudi luhur. Mbok Rondopun tahu bahwa ternyata Ande-Ande Lumut bukan pemuda sembarangan. Maka dibuatlah semacam sayembara. Beritanyapun tersebar hingga pelosok daerah.


 Di rumah para klenting….

Sampailah berita sayembara itu ketelinga Nyai Runting. Nyai Runting adalah janda kaya di daerah Galuh di dekat Desa Manguntur. Dia memiliki tiga orang anak, yaitu Klenting Merah, Klenting Hijau, dan seorang anak tiri bernama Klenting Kuning. Namun, Klenting Kuning tidak seberuntung saudari-saudarinya. Dia sering diperlakukan laksana pembantu dan sering disiksa oleh saudari-saudarinya termasuk oleh ibu tirinya sendiri.


Klenting Merah       : “Hai kamu! bodoh sekali! cuci baju kok masih apek begini?!”
Klenting Kuning      : “Sudah saya cuci kok, mbak yu.”
Klenting Merah       : “Dasar bodoh!!!” (marah dan menjambak rambut Klenting Kuning)
Klenting Kuning      : “Ampun, ampun mbak yu...” (kesakitan)
Nyai Runting          : “Heh kalian! apa-apaan ini? Sudah, sudah. Klenting Kuning, sana lanjutkan pekerjaanmu!”
Klenting Kuning : (Menangis dan melangkah menuju dapur untuk menyelesaikan pekerjaan rumah)
Klenting Merah       : “Ibu, Merah sebel deh. Masa baju Merah masih apek begini, nih?” (manja)
Nyai Runting          : “Aduh sayang, yaudah nanti biar ibu marahin dia. Oh ya, kemana adikmu?
Klenting Merah       : “Memang ada apa sih, kok ibu cari dia?”
Nyai Runting          : “Udah, tunggu ibu di ruang tengah. Ibu ingin bicara dengan kalian berdua, penting.” (pergi meninggalkan Klenting Merah)

Tidak beberapa lama, para klenting sudah siap berkumpul di serambi rumah. Tampak Klenting Merah dan Klenting Hijau bercakap-cakap bercanda dan tertawa bersama sambil menunggu kedatangan ibunya.

Klenting Hijau         : “Aku cantik kan yunda? Lihat nih baju baruku.” (sambil berputar dan memamerkan bajunya)
Klenting Merah       : “Haloo…..! yang paling cantik ya jelas aku, dong. Merah gitu loh.” (menari dan tertawa)
Klenting Hijau         : “Huh! narsis abis.” (jengkel)
Nyai Runting          : “Waduh. Anak ibu sudah pada kumpul ternyata.”
Klenting Merah       : “Bu, aku cantik kan?”
Nyai Runting          : “Iya, kalian semua anak ibu dan semuanya cantik-cantik.”
(mengelus kepala Klenting Merah dan kemudian duduk diatas kursi di depan kedua anaknya).
Nyai Runting          : “Putri-putriku, ibu ingin menyampaikan berita gembira untuk  kalian.”
Klenting hijau         : “Apa itu Ibu?”
Nyai Runting          : “Begini nduk, kalian semua sudah dewasa. Sudah saatnya kalian mendapat  pendamping hidup.”
Klenting Merah       : “Bagaimana caranya, bu?”
Klenting Hijau         : “Iya, bu?”
Nyai Runting          : “Di Desa Manguntur ada sebuah sayembara. Seorang pemuda tampan sedang mencari seorang gadis sebagai istrinya, Ande-Ande Lumut nama pemuda itu.”
Klenting                   : “Ande-Ande Lumut? Hahahahaaa. (kompak)
Merah+Hijau           
Klenting Merah       : “Dari namanya saja aneh, apalagi orangnya.”
Nyai Runting          : “Huss! dia itu bukan pemuda sembarangan, lho.”
Klenting Hijau         : “Pemuda jadi-jadian, dong.”
Klenting Merah       : “Iya tuh. Hahaha” (tertawa)
Nyai Runting          : “Stop. Sudah… sudah. Pokoknya Ibu mau kalian ikut sayembara itu, dan ingat… Klenting Kuning jangan sampai tahu dengan hal ini. (kesal)

(Nyai Runting bangkit dari tempat duduknya kemudian menatap anaknya dan pergi, para klenting saling berpandangan heran).

Diam-diam, Klenting Kuning mendengar dari balik dinding. Dan timbullah keinginannya untuk turut serta dalam sayembara tersebut.

 Tibalah pada saat yang sudah direncanakan. Para klenting bersiap-siap dan sudah berpakain rapi dan cantik untuk mengikuti sayembara di desa seberang. Pagi-pagi sekali mereka berangkat menuju Desa Manguntur dengan mengendarai kereta kuda. Setelah beberapa waktu di atas kereta, tibalah mereka di perbatasan Desa Manguntur. Karena saat itu sedang musim hujan, Sungai Brantas meluap dan membuat jembatan putus. Sehingga para klenting tidak bisa lewat.

Di pinggir Sungai Brantas…

Klenting Merah       : “Waduh. Gimana caranya ini?” (bingung)
Klenting Hijau         : “Iya yunda, gimana dong?” (merengek)
Klenting Merah       : “Huhh…tau begini aku tidak usah pergi.” (cemberut)
Yuyu Kangkang      : “Hahahahahahahaha……”

(Yuyu kangkang muncul dari dasar Sungai Brantas dengan melambai-lambaikan kedua  capitnya ke atas. Para klenting kaget dan mundur beberapa langkah).  

Klenting Merah          : “Siapa kamu ?” (takut)
Yuyu Kangkang         : “Hahaha.. saya penguasa di daerah sini anak manis. Hahaha….”
Klenting Hijau           : “Yunda, bagaimana kalau kita minta tolong saja sama dia untuk menyebrangkan kita?” (berbisik)
Klenting Merah       : “Hai tampan, bisa tidak kamu menolong kami menyeberangi sungai Ini?” (merayu)
Yuyu Kangkang      : “Hahaha….kecil…kecil…itu kecil. Tapi, ada syaratnya.”
Klenting Hijau         : “Dasar mata uang!!!”
Klenting Merah       : “Huss mata duitan, bodoh!” 
Klenting Hijau         : “Ups….hehehe.”
Klenting Merah       : “Apa yang kamu inginkan?”
Yuyu kangkang      : “Emmm….. aku mau dicium. Hahahaha.”
Klenting                   : “Apaaaa?!!” (terkejut)
Merah+Kuning
Klenting Merah       : “Bagaimana kalau saya beri kamu sekantong uang perak.”
Yuyu Kangkang      : ”Haha, tidak mau. Pokoknya aku mau dicium. Kalau tidak mau, aku pergi saja.”
Klenting Merah       : “Baiklah. Tunggu….”

(Para klenting berdiskusi dan merekapun menyetujui persyaratan yang diajukan oleh Yuyu Kangkang).

Klenting Merah           : “Baik, kami setuju.”

Maka begitulah cara Klenting Merah dan Klenting Hijau melewati Sungai Brantas. Satu persatu merekapun sampai di pinggir sungai dengan selamat. Sementara itu, Klenting Kuning sibuk untuk bersiap-siap.

Di dalam kamar Klenting Kuning…

Klenting Kuning      : “Apa yang harus saya lakukan?” (mondar-mandir dengan cemas)
Bisikan Ghaib          :  “Klenting Kuning… kamu tidak usah cemas, anakku.”
Klenting Kuning      :  “Kamu siapa?”
Bisikan Ghaib          : “Saya adalah Peri Putih, saya yang akan melindungimu. Sekarang dengarkan saya. Pakailah pakaian yang ada di atas meja itu, kemudian gunakan bedak tai lincung itu sebagai lulur di wajahmu. Jika ada seseorang yang mengganggu, maka lemparkanlah tongkat itu.”
Klenting Kuning      : “Baiklah, akan kulakukan. Terimakasih peri…”

(Setelah berkata demikian, suara ghaib hilang. Klenting Kuning melihat benda-benda yang berada di atas meja kemudian menuruti perintah dari Peri Putih).

Setelah semuanya siap, maka berangkatlah Klenting Kuning dengan pakaian compang-camping dengan berjalan kaki menuju Desa Manguntur menjelang siang. Setelah beberapa saat berlalu, maka tibalah Klenting Kuning di pinggir Sungai Brantas.

Klenting Kuning       : “Jembatannya mana ya...” (menoleh ke kiri dan ke kanan)
Yuyu Kangkang      : “Huuhhh…bau apa ini? Cuh…cuh, bau sekali!” (meludah)
Klenting Kuning      : “Haaai.. siapa itu?” (berteriak)
Yuyu Kangkang      : “Hmm… Oh jadi kamu yang bau itu. Dasar cewek jelek, sana pergi!!” (menutup hidung)
Klenting Kuning      : “Maaf paman…tolonglah saya. Saya ingin menyebrangi sungai ini tapi tidak tahu bagaimana caranya.” (memelas)
Yuyu Kangkang      : “Hohohoh…no..no…no. Dasar cewek jelek. Sana pergi, aku  tidak sudi menolongmu. Hmmm” (mengerang keras)
Klenting Kuning      : “Tolonglah paman. Tolong saya….” (bersipuh di atas tanah sambil terus memohon).
Yuyu Kangkang      : “Hoii…perempuan bau, pergi sana!!” (marah sambil melempar benda)
Klenting Kuning      : (Menghindar dan melemparakan tongkatnya ke arah Yuyu Kangkang)
Yuyu Kangkang      : “Aaaaahh!!!…….”(berteriak kesakitan kemudian pergi)


Setelah Klenting Kuning melemparkan tongkatnya tiba-tiba air Sungai Berantas menjadi kering dan Yuyu Kangkangpun mati. Maka Klenting Kuning berhasil menyebarangi Sungai Berantas dengan selamat dan aman.

Dirumah Mbok Rondo…

Dirumah Mbok Rondo, Klenting Merah dan Klenting Hijau sudah duduk menunggu giliran untuk dipanggil menemui Ande-Ande Lumut. Setelah beberapa perempuan maju dan mencoba memikat hati Ande-Ande Lumut, belum ada satupun yang berhasil. Maka sampailah giliran para klenting.

Mbok Rondo           : “Loh….loh, ada cah ayu. Mari-mari silahkan masuk.”
Klenting Hijau         : “Biar saya yang masuk duluan, mbok.” (nylonong maju)
Klenting Merah       : “Oh tidak bisa, saya kan yang lebih tua. Jadi harus saya dulu, dong.”  (menarik tangan Klenting Hijau)
Klenting Hijau         : “Eemmm..” (jengkel)

Masuklah Klenting Merah bersama Mbok Rondo menuju ruang tamu, untuk bertanya kepada Ande-Ande Lumut yang berada di dalam kamar selama sayembara berlangsung.

Mbok Rondo           : “Nama kamu siapa, nduk?”
Klenting Merah       : “Klenting Merah mbok.” (dewasa)
Mbok Rondo           : “Putraku si Ande-Ande Lumut….mettuo iki ene’ wadon ayu sing ngunggah-ngunggahi, Klenting Abang iku asmane…” (nyinden)
Ande-Ande Lumut : “Duh, ibu kulo mboten purun…duh ibu kulo mboten meddon… putri wau sisone man Yuyu Kangkang…..” (nyinden)
Mbok Rondo           : “Piye iki….orangnya tidak mau loh nduk?”
Klenting Hijau         : “Coba saya mbok….” (nylonong menghampiri Mbok Rondo dengan percaya diri)
Mbok Rondo           : “Emm…namamu siapa nduk?”
Klenting Hijau         : “Klenting Hijau mbok.” (percaya diri)
Mbok Rondo           : “Klenting Hijau, tunggu ya cah ayu…”
Klenting Hijau         :  (tersenyum)
Mbok Rondo            : “Putraku si Ande-Ande Lumut….metuo iki ene’ wadon ayu sing ngunggah- ngunggahi, Klenting Ijo iku asmane….”
Ande-Ande Lumut : “Duh…ibu kulo mboten purun…duh ibu kulo mboten meddon…putrid wau  sisone man Yuyu Kangkang….” (nyinden)
Mbok Rondo           :  “Waduh, ngger. Sampean itu gimana, kok semua tidak mau?
Ande-Ande Lumut  : “Sepurune mbok. Maafin saya…”

(Klenting Hijau dan Merah kembali duduk sambil berbisik-bisik)

Maka begitulah setiap ada perempuan yang mencoba melamar Ande-Ande Lumut. Pemuda itu selalu menolak. Tidak lama kemudian tibalah Klenting Kuning di depan rumah Mbok Rondo. Dengan pakaian kusut dan wajah coreng-coreng bedak tai lincung. Seketika itu suasana menjadi berubah, bau menyengat di rumah Mbok Rondo. 


Klenting Kuning      : “Kulonuwun…”
Mbok Rondo           : “Monggoh…”

(Semua yang hadir menutup hidung).

Mbok Rondo           : “Kowe sopo nduk?”
Klenting Kuning      : “Kulo klenting kuning mbok. Saya mau ikut sayembara.”
Klenting Merah       : “Hahahaha. Apa, mau ikut sayembara?”
Klenting Hijau         : “Mimpi kali yeee…”
Klenting Merah       : “Kita berdua aja yang cantik ditolak, apalagi kamu. Udah jelek, bau lagi!”
Klenting                   :  “Hahahaha...” (tertawa mengejek)   
Merah+Hijau
                  
(Klenting Merah dan Hijau tersenyum sinis. Klenting Kuning menunduk malu).

Mbok Rondo            : “Emm…baiklah nduk. Biar saya coba tanya kepada putraku Ande-Ande Lumut.”  (menengahi)
Mbok Rondo            : “Putraku si Ande-Ande Lumut….mettuo iki ene’ wadon sing ele’ rupane ngunggah-ngunggahi, Klenting Kuning iku asmane….” (nyinden)
Ande-Ande Lumut : “Nggeh ibu…kulo purun meddun …nggeh ibu kulo enggeh purun…“  (nyinden)
Mbok Rondo           : “Le, apa kamu tidak salah?”
Ande-Ande Lumut : “Tidak,  mbok. Saya memang menginginkan gadis itu.”

(Ande-Ande Lumut keluar dari kamar. Para klenting berdiri takjub kagum atas ketampanan si Ande-Ande Lumut).

Ande-Ande Lumut : “Mbok, sebenarnya saya adalah seorang pangeran, dan Klenting Kuning adalah Dewi Sekartaji. Perempuan yang saya cari selama pengembaraan saya.”
Mbok Rondo           : “Opo ngger? kamu seorang pangeran?”
Klenting                   : ”Apa? pangeraaan??” (terkejut)
Merah+Hijau         
Ande-Ande Lumut : “Ya, benar.”
Klenting Kuning      : “Akhirnya aku bisa bersamamu lagi pangeran.” (tersenyum bahagia)
Ande-Ande Lumut : “Ayo ikut kembali denganku Dewi….”
Klenting Kuning      : “Ya pangeran….”

(Klenting Merah dan Hijau gigit jari kemudian pulang dengan tangan hampa).

Maka begitulah perjalanan Ande-Ande Lumut dalam pencarian sang dewi hati Klenting Kuning yang sebenarnya adalah Dewi Sekartaji. Akhirnya Ande-Ande Lumut dan Klenting Kuning menjadi sepasang suami istri. Kini sang pangeran menjadi Raja mewarisi tahta ayahnya. Mereka berdua hidup bahagia selamanya.

-TAMAT-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar